🌑 Legenda Bahasa Jawa Tangkuban Perahu

LegendaTangkuban Perahu - Gunung Tangkuban Perahu Selayang Pandang Berbicara tentang legenda Tangkuban Perahu pasti tidak jauh dari membicarakan Tangkuban Perahu itu sendiri. Dengan ketinggian mencapai 2.084 meter dari permukaan laut, Gunung Tangkuban Perahu merupakan salah satu gunung berapi yang masih aktif dan statusnya selalu diawasi Tekslegenda Tangkuban Perahu Dalam Bahasa Inggris Once upon a time in west Java Indonesia lived a wise king who had a beautiful daughter. Letusan terakhir gunung ini tercatat pada tahun 2013 namun meski begitu gunung ini. Minggu 28 Juni 2009 Legenda Tangkuban Perahu Di Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Bandung terdapat sebuah tempat Ceritarakyat bahasa inggris tangkuban perahu lengkap dengan arti bahasa indonesia. Contoh narrative text legend alias legenda dalam bahasa inggris yakni terjadinya danau toba, batu menangis, tangkuban perahu, candi prambanan dan selat bali. Sejarah Tangkuban Perahu Dalam Bahasa Inggris Seputar Dahulu kala di tanah pasundan, jawa barat, ada seorang dewi surgawi yang cantik jelita. LegendaBahasa Jawa Tangkuban Perahu Oleh Diposting pada 18/02/2021. 19022021 CERITA RAKYAT BAHASA INGGRIS TANGKUBAN PERAHU. 03092020 Legenda Tangkuban Perahu dalam Bahasa Inggris dan Artinya. Tangkuban Perahu Google Search Perahu Legenda Tempat. One day as common Sangkuriang go to backwoods for chasing. TangkubanPerahu adalah salah satu gunung yang mempunyai cerita legenda, sebuah legenda yang sangat melekat dengan kebudayaan masyarakat Jawa Barat, Sunda, khususnya masyarakat Bandung. Penasaran dengan keindahannya? WisataKe Tangkuban Perahu via Sangkuriang via www.slideshare.net Indahnya Wisata Gunung Tangkuban Perahu - Yoshiwafa.com via www.yoshiwafa.com Destinasi Wisata Gunung Tangkuban Perahu Kota Bandung via www.hobiwisata.com Objek Wisata Gunung Tangkuban Perahu Di Jawa Barat Yang via ulinulin.com CeritaRakyat Tangkuban Perahu yang kakak ceritakan sore ini merupakan cerita ketiga yang mengisahkan Sangkuriang dan Dayang Sumbi. Jika kalian ingin tahu versi yang lain dari cerita rakyat gunung tangkuban perahu kalian bisa membaca artikel sebelumya yaitu Legenda Sangkuriang : Asal Gunung Tangkuban Perahu dan Kumpulan Dongeng dan Cerita Rakyat Pulau Jawa. Sangkuriang Legenda Tangkuban Perahu adalah salah satu judul film televisi Teater Legenda Indonesia yang diproduksi Genta Buana Paramita pada tahun 2015 dan disutradarai oleh Petrus Haryadi. 15 hubungan: Bahasa Indonesia , Budhi Sutrisno , Film laga , Film televisi , Genta Buana Paramita , Helsi Herlinda , Indonesia , Legenda , Marissa NaskahDrama dan Theater Legenda Tangkuban Perahu. Cerita Bahasa Inggris Sangkuriang Tangkuban Perahu. Storytelling Tangkuban Perahu Cerita Singkat Legenda. selamat hari June 14th, 2018 - naskah drama sangkuriang Sangkuriang legenda gunung tangkuban perahu Alkisah di daerah Jawa Barat ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Prabu Sungging . In this research, the meaning of the legend of “Gunung Tangkuban Parahu” is analyzed. The problem in this research is to investigate how denotation, connotation, as well as myth in the legend of “Gunung Tangkuban Parahu”. The objective of this research is to know denotation meaning as signifier, connotation meaning as signifier, as well as myth in the legend of “Gunung Tangkuban Parahu”. Roland Barthes’s semiotics theory is used in this research which identified two orders of signification, the first order signification is the language aspect, and the second one is the mythical aspect. The method used in this research is qualitative research method. Based on the result, it is found the denotation of Gunung Tangkuban Parahu” as a signifier, the connotation of Gunung Tangkuban Parahu as a signifier of forbidden love between mom and son, and the myth of Gunung Tangkuban Parahu which is formed from an upside down boat. Figures - uploaded by Ilham MunandarAuthor contentAll figure content in this area was uploaded by Ilham MunandarContent may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free NUSA, Vol. 16 No. 1 Februari 2021 Ilham Munandar, Dian Indira, Makna di Balik Legenda “Gunung Tangkuban Perahu” Suatu Kajian Semiotik 1 Makna di Balik Legenda “Gunung Tangkuban Parahu” Suatu Kajian Semiotik Ilham Munandar, Dian Indira Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran ilham19021 Abstract In this research, the meaning of the legend of “Gunung Tangkuban Parahu” is analyzed. The problem in this research is to investigate how denotation, connotation, as well as myth in the legend of “Gunung Tangkuban Parahu”. The objective of this research is to know denotation meaning as signifier, connotation meaning as signifier, as well as myth in the legend of “Gunung Tangkuban Parahu”. Roland Barthes’s semiotics theory is used in this research which identified two orders of signification, the first order signification is the language aspect, and the second one is the mythical aspect. The method used in this research is qualitative research method. Based on the result, it is found the denotation of Gunung Tangkuban Parahu” as a signifier, the connotation of Gunung Tangkuban Parahu as a signifier of forbidden love between mom and son, and the myth of Gunung Tangkuban Parahu which is formed from an upside down boat. Keywords Semiotics; Roland Barthes; Gunung Tangkuban Parahu; myth. Intisari Dalam penelitian ini dikaji makna di balik legenda “Gunung Tangkuban Parahu”. Permasalahan yang dibahas yaitu bagaimana makna denotasi, makna konotasi, serta mitos yang terdapat dalam legenda “Gunung Tangkuban Parahu”. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui makna denotasi yang menjadi penanda, makna konotasi yang menjadi penanda, serta mitos yang terdapat dalam legenda “Gunung Tangkuban Parahu”. Teori semiotika model Roland Barthes digunakan dalam penelitian ini yang mengidentifikasi dua tahapan penandaan, tahapan pertama yaitu mengenai aspek bahasa denotasi dan konotasi, dan tahapan kedua mengenai aspek mitos. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Berdasarkan hasil analisis, ditemukan makna denotasi Gunung Tangkuban Parahu sebagai penanda, makna konotasi Gunung Tangkuban Parahu sebagai penanda cinta terlarang ibu dan anak, serta mitos Gunung Tangkuban Parahu yang terbentuk dari perahu yang terbalik. Kata kunci Semiotika; Roland Barthes; Gunung Tangkuban Parahu; mitos. Pendahuluan Sebuah cerita rakyat dalam suatu wilayah memiliki suatu makna yang menandakan sebuah fenomena yang terjadi di masa lampau dan menjadi warisan budaya bagi masyarakatnya. Menurut Sugono 2008 280 cerita rakyat mempunyai arti sebagai cerita yang terjadi pada zaman dahulu yang kemudian hidup di tengah masyarakat dan diwariskan secara lisan. Cerita rakyat hadir di tengah-tengah kehidupan masyarakat dan diwariskan kepada setiap NUSA, Vol. 16 No. 1 Februari 2021 Ilham Munandar, Dian Indira, Makna di Balik Legenda “Gunung Tangkuban Perahu” Suatu Kajian Semiotik 2 keturunannya dengan cara lisan dari satu generasi ke generasi yang lain agar tetap terjaga dan menjadi warisan kekayaan budaya mengenai asal-usul dari sebuah fenomena yang terjadi. Keberadaan cerita rakyat tersebut sudah terdengar akrab di kalangan masyarakat luas, karena di dalamnya terdapat pesan-pesan moral dan kearifan lokal suatu daerah yang dapat ditangkap dan dipelajari dalam melakukan suatu perbuatan. Tidak sedikit juga sebuah cerita rakyat memiliki mitos-mitos yang dipercaya oleh masyarakat daerahnya yang berkaitan dengan fenomena sejarah mengenai asal-usul terbentuknya suatu tempat, seperti dalam legenda “Gunung Tangkuban Parahu”. Tidak sedikit masyarakat di Jawa Barat yang mengetahui legenda “Gunung Tangkuban Parahu”, karena diyakini cerita tersebut tidak hanya sebatas cerita rakyat, tetapi juga merupakan asal-usul terbentuknya dari Gunung Tangkuban Parahu. Legenda “Gunung Tangkuban Parahu” merupakan salah satu cerita rakyat yang hidup di masyarakat Jawa Barat. Cerita rakyat tersebut menceritakan tokoh yang bernama Sangkuriang yang mencintai ibu kandungnya sendiri bernama Dayang Sumbi, yang kemudian cerita tersebut dikaitkan dengan asal-usul keberadaan Gunung Tangkuban Parahu. Legenda yang mengandung mitos asal-usul berdirinya Gunung Tangkuban Parahu menarik untuk dikaji dari sisi linguistik dalam bidang kajian semiotik. Tokoh semiotik yang membedah masalah mitos adalah Roland Barthes 1915-1980. Barthes mengembangkan diadik dari Ferdinand de Saussure 1857-1913 bahwa tanda sign merupakan hubungan antara penanda signifier dan petanda signified. Barthes tidak hanya sebatas mengkaji masalah kebahasaan, tetapi juga dapat mengkaji hal-hal di luar kebahasaan dan menambahkan dua tahap penandaan dalam setiap menganalisis tanda. Tahap pertama berkaitan dengan makna denotasi dan konotasi, dan tahap kedua mitos. Seperti pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yelly 2019 berjudul “Analisis Makhluk Superior Naga dalam Legenda Danau Kembar Kajian Semiotika Roland Barthes; Dua Pertandaan Jadi Mitos”, dijelaskan mengenai makna denotasi naga sebagai penanda dan makna konotasi naga sebagai tanda, serta mitos dari sebuah danau yang berasal dari darah yang dikeluarkan oleh naga dalam legenda “Danau Kembar” dengan menggunakan teori semiotika Roland Barthes. Teori semiotika Barthes ini tepat untuk digunakan sebagai acuan dalam menganalisis legenda “Gunung Tangkuban Parahu”, karena pendekatan semiotik Barthes secara khusus tertuju pada speech yang disebut mitos. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dikaji tentang makna denotasi, konotasi, serta mitos yang terkandung dalam legenda “Gunung Tangkuban NUSA, Vol. 16 No. 1 Februari 2021 Ilham Munandar, Dian Indira, Makna di Balik Legenda “Gunung Tangkuban Perahu” Suatu Kajian Semiotik 3 Parahu” dengan menggunakan teori semiotika Barthes. Dengan demikian permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu bagaimana makna denotasi, makna konotasi, serta mitos yang terdapat dalam legenda “Gunung Tangkuban Parahu”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna denotasi yang menjadi penanda, makna konotasi yang menjadi tanda, serta mitos yang terdapat dalam legenda “Gunung Tangkuban Parahu”. Semiotika merupakan kajian yang membahas mengenai tanda. Saussure 2011 68 mengungkapkan bahwa semiotika atau semiologi merupakan ilmu yang mengkaji tanda-tanda dalam kehidupan sosial yang mempunyai makna tertentu. Lebih lanjut, Brown dan Miller 2013 399 menjelaskan lebih spesifik bahwa tanda tersebut dapat mencakup kajian bahasa atau pun nonbahasa, misalnya pakaian adat, ekspresi wajah, gerak-isyarat tangan, dan sebagainya. Dengan demikian, dalam kehidupan sosial sangat berkaitan erat dengan semiotika, karena masyarakat dalam kehidupan sosial menyampaikan tanda-tanda baik melalui tuturan atau pun isyarat gerakan untuk menandai sesuatu. Semiotika Barthes mengacu pada semiotika Saussure bahwa tanda terdiri dari penanda signifier dan petanda signified. Barthes 1972 111 mengembangkan hubungan antara penanda dan petanda ini menyangkut pada objek yang memiliki hal berbeda, dan karena inilah kenapa hal ini bukan satu persamaan equality tetapi merupakan satu kesetaraan equivalence. Dengan demikian, kedua istilah tersebut saling berkorelasi satu sama lain dalam menganalisis suatu tanda. Barthes 1986 9 menyatakan bahwa tujuan dari semiotika adalah meneliti sistem tanda apa saja, apapun hakikat dan batas mereka. Barthes menyajikan dua tahap penandaan dalam menganalisis sebuah tanda yaitu denotasi, dan konotasi. Tahap yang pertama merupakan tanda denotatif yang terdiri dari penanda dan petanda yang secara bersamaan juga merupakan penanda konotatif yang sudah termasuk pada tahap kedua dalam tahapan penandaan. Bagaimana makna denotasi menjadi konotasi, serta mitos sangat menarik untuk diteliti. Berger 2010 15 mengatakan bahwa makna denotasi melibatkan makna sebuah uraian yang harfiah dan terperinci, sebuah kata atau ukuran benda-benda. Sedangkan, makna konotasi melibatkan makna budaya dan mitos yang berkaitan dengan kata-kata dan hal-hal. Dengan kata lain, makna denotasi bersifat langsung yang terdapat dalam suatu tanda dari sebuah petanda, sedangkan makna konotasi akan dihubungkan dengan kebudayaan yang tersirat. Mitos merupakan sistem komunikasi, sebuah pesan yang memungkinkan seseorang merasa bahwa mitos tidak dapat dianggap sebagai suatu objek, konsep, atau gagasan, melainkan sebuah cara penandaan. Segala sesuatu dapat menjadi mitos asalkan hal tersebut NUSA, Vol. 16 No. 1 Februari 2021 Ilham Munandar, Dian Indira, Makna di Balik Legenda “Gunung Tangkuban Perahu” Suatu Kajian Semiotik 4 disampaikan oleh sebuah wacana, karena mitos merupakan jenis ujaran. Namun, mitos tidak ditentukan oleh objek pesannya, melainkan oleh cara ia menyampaikan pesannya Barthes 1972 107. Barthes 1972 108 mengatakan bahwa “ujaran yang dimaksud merupakan sebuah pesan yang dapat terdiri dari berbagai tulisan atau gambaran; tidak hanya wacana tertulis, tapi juga fotografi, film, laporan, olahraga, sepatu, atau publisitas. Mitos tidak dapat ditentukan oleh objek maupun materinya karena semua materi dapat bersifat manasuka dalam pemberian makna”. Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah mitos Barthes memiliki makna yang berbeda dengan konsep mitos pada umumnya, yaitu memaparkan fakta dari sebuah tanda, bukan konsep mitos tradisional yang dikaitkan dengan dunia supranatural. Barthes 1972 113 mengungkapkan bahwa mitos merupakan sistem khusus yang dibentuk dari rantai semiologis yang sudah ada sebelumnya yakni sistem semiologis tataran kedua. Hal itu merupakan tanda dalam sistem pertama yang menjadi penanda belaka pada sistem kedua. Aspek lain dari penandaan yaitu “mitos” menandai suatu fenomena yang hadir di masyarakat. Mitos menurut Barthes terletak pada tataran kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem tanda-penanda-petanda, tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Diagram 1. Dua tahapan penandaan semiotika Barthes 1972 113 Bahasa/Denotasi Mitos/Konotasi Metode Penelitian Metode digunakan sebagai cara untuk menerapkan hasil analisis data Sudaryanto 2015. Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Dengan metode ini, peneliti menguraikan analisis data-data yang ada mengenai makna denotasi, makna konotasi, serta mitos yang terdapat dalam legenda “Gunung Tangkuban Parahu” dengan menggunakan kata-kata. Penyediaan data dilakukan dengan menggunakan metode simak. Mahsun 2014 92 berpendapat bahwa metode simak merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh data dengan melakukan penyimakan NUSA, Vol. 16 No. 1 Februari 2021 Ilham Munandar, Dian Indira, Makna di Balik Legenda “Gunung Tangkuban Perahu” Suatu Kajian Semiotik 5 terhadap penggunaan bahasa. Penyimakan tersebut tidak hanya menyimak yang berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan, tapi juga dengan penggunaan bahasa secara tertulis. Sumber data dalam penelitian ini diambil dari 2016 yang menyajikan cerita rakyat berjudul legenda “Gunung Tangkuban Parahu”. Dalam tahap penyediaan data, peneliti membaca dan menyimak seluruh penggunaan bahasa yang terdapat dalam legenda “Gunung Tangkuban Parahu”, kemudian menentukan dan mencatat makna denotasi, makna konotasi, serta mitos. Dalam tahap penentuan makna tersebut, peneliti menggunakan teknik catat untuk mengumpulkan data dari hasil penyimakan dalam sumber data tersebut. Data yang didapatkan kemudian dianalisis dengan menggunakan teori semiotika Barthes yang mengidentifikasi sebuah tanda dengan menggunakan dua tahapan penandaan. Dalam tahap analisis data, peneliti menguraikan makna denotasi, makna konotasi, serta mitos yang terdapat dalam legenda “Gunung Tangkuban Parahu” dengan menggunakan metode padan. Metode padan digunakan sebagai cara untuk membedah sebuah data dengan alat penentunya yang berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan Sudaryanto, 2015 15. Metode tersebut digunakan sebagai cara memecahkan masalah dengan menggambarkan suatu objek. Hasil dan Pembahasan Asal-usul Legenda “Gunung Tangkuban Parahu” Pada zaman dahulu diceritakan sebuah kisah seorang putri raja yang cantik jelita bernama Dayang Sumbi. Ia sangat terkenal di seluruh penjuru kerajaan dan diperebutkan oleh semua laki-laki. Namun, karena ucapan sumpahnya, Dayang Sumbi menikah dengan si Tumang yang merupakan jelmaan dewa berparas tampan dengan wujud anjing yang selalu menemaninya, kemudian mempunyai anak yang diberi nama Sangkuriang. Sangkuriang tumbuh menjadi anak yang mandiri dan tangkas, dan pandai dalam memanah. Suatu hari Dayang Sumbi sangat ingin memakan hati rusa, kemudian menyuruh Sangkuriang pergi ke hutan untuk berburu ditemani oleh si Tumang. Di tengah pencarian, Sangkuriang menemukan babi hutan dan menyuruh si Tumang untuk mengejarnya. Namun, si Tumang tidak menuruti keinginan Sangkuriang, dia hanya duduk terdiam memandang Sangkuriang. Sangkuriang pun merasa kesal, dan tanpa disengaja ia melepaskan anak panah yang diarahkan ke si Tumang dan membunuhnya tanpa mengetahui bahwa si Tumang adalah ayah kandungnya. Kemudian Sangkuriang mengambil hati si Tumang dan memberikannya kepada Dayang Sumbi dengan perasaan takut akan dimarahi oleh ibunya ketika mengetahui bahwa hati yang diberikan NUSA, Vol. 16 No. 1 Februari 2021 Ilham Munandar, Dian Indira, Makna di Balik Legenda “Gunung Tangkuban Perahu” Suatu Kajian Semiotik 6 bukanlah hati rusa. Benar saja, setelah Dayang Sumbi mengetahui kebenaran bahwa hati yang diberikan oleh Sangkuriang adalah hati si Tumang, Dayang Sumbi sangat marah dan memukul kepala Sangkuriang dengan keras menggunakan centong nasi sehingga meninggalkan bekas luka yang besar. Karena Sangkuriang merasa sangat menyesal, ia pergi meninggalkan ibunya dan pergi berkelana. Di sisi lain, Dayang Sumbi merasa sangat menyesal telah melukai anak satu-satunya, kemudian ia bertapa untuk menenangkan pikirannya. Setelah sekian lama, akhirnya Sangkuriang dan Dayang Sumbi dipertemukan kembali. Bukan sebagai ibu dan anak melainkan sebagai sepasang kekasih, karena Sangkuriang telah tumbuh menjadi pria tampan yang gagah perkasa, dan Dayang Sumbi diberkahi dengan umur yang panjang dan awet muda. Mereka tidak menyadari satu sama lain bahwa mereka sebenarnya ibu dan anak. Namun, ketika Dayang Sumbi menyisirkan rambut Sangkuriang, ia melihat ada bekas luka yang besar di kepala Sangkuriang dan teringat kejadian saat ia memukul kepala anaknya. Dayang Sumbi menjelaskan bahwa Sangkuriang adalah anaknya, namun Sangkuriang tidak memperdulikannya dan tetap ingin menikahi Dayang Sumbi. Untuk menghindari hal itu terjadi, Dayang Sumbi meminta hal yang mustahil kepada Sangkuriang untuk membuatkan sebuah danau beserta perahunya dalam waktu satu malam, Sangkuriang pun menyanggupi permintaannya. Ia dibantu oleh para jin mulai membuat danau dengan membendung sungai Citarum dan membuat perahu dengan sangat cepat. Melihat hal itu, Dayang Sumbi menebarkan kain-kain di arah timur dan memohon kepada dewa agar Sangkuriang tidak berhasil menyelesaikan permintaannya. Kemudian kain-kain tersebut mengeluarkan cahaya kemerah-merahan di ufuk timur, membuat ayam berkokok dan membuat Sangkuriang mengira bahwa pagi akan tiba. Sangkuriang merasa usahanya gagal dan mulai mengamuk dengan menendang perahu yang dibuatnya sampai jatuh tertelungkup dan berubah menjadi Gunung Tangkuban Parahu. Setelah itu, Dayang Sumbi mendadak menghilang dan Sangkuriang terus mencarinya hingga ia pun menghilang bak ditelan bumi. Analisis Legenda “Gunung Tangkuban Parahu” Semiotika yang dikembangkan oleh Barthes mengacu pada dua tahapan penandaan, tahap pertama yaitu denotasi yang merupakan aspek bahasa itu sendiri, dan tahap kedua yaitu konotasi yang merupakan aspek mitos. Referensi denotasi lebih sering disebut sebagai sistem penandaan tataran pertama first order of signification, sedangkan untuk konotasi disebut NUSA, Vol. 16 No. 1 Februari 2021 Ilham Munandar, Dian Indira, Makna di Balik Legenda “Gunung Tangkuban Perahu” Suatu Kajian Semiotik 7 sebagai sistem penanda tataran kedua second order of signification. Berikut ini merupakan analisis legenda “Gunung Tangkuban Parahu” dengan menggunakan teori semiotik model Roland Barthes mengenai dua tahapan penandaan. Penanda Legenda “Gunung Tangkuban Parahu” Petanda Gunung yang berbentuk perahu terbalik Kisah cinta terlarang ibu dan anak antara Sangkuriang dan Dayang Sumbi Bentuk kekesalan dan kemarahan Sangkuriang terhadap kegagalan yang dialami karena tidak mampu menyelesaikan permintaan Dayang Sumbi orang yang ingin dinikahinya sekaligus ibu kandungnya untuk membuat danau dan perahu dalam waktu satu malam Perahu yang jatuh terbalik berubah menjadi Gunung Denotasi Sebuah tanda dari suatu petanda memiliki makna denotasi yang bersifat langsung dan eksplisit. Seperti pada legenda “Gunung Tangkuban Parahu” yang merujuk pada peristiwa asal-usul terbentuknya Gunung Tangkuban Parahu di daerah Jawa Barat, tepatnya di kawasan Cikole Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Gunung tersebut memiliki ketinggian ± Mdpl menjadi salah satu destinasi tempat wisata yang terkenal. Gunung Tangkuban Perahu memiliki daya tarik bagi wisatawan, selain gunung tersebut termasuk ke dalam salah satu gunung berapi yang masih aktif dan memiliki beberapa kawah yang bisa dilihat dari dekat, sejuknya udara pegunungan serta letaknya tidak begitu jauh dari Kota Bandung, turut mendukung untuk menjadikan Gunung Tangkuban Parahu sebagai destinasi wisata yang diminati. NUSA, Vol. 16 No. 1 Februari 2021 Ilham Munandar, Dian Indira, Makna di Balik Legenda “Gunung Tangkuban Perahu” Suatu Kajian Semiotik 8 Gambar 1. Gunung Tangkuban Parahu sumber Dari nama gunung itu sendiri telah menyiratkan makna denotasi yaitu gunung berbentuk perahu yang terbalik, karena bila dilihat dari kejauhan memang terlihat serupa dengan perahu besar dalam posisi terbalik. Mengingat gunung tersebut terletak di daerah tempat masyarakat Sunda berada, maka penamaan gunung tersebut diambil dari bahasa Sunda. Istilah gunung di dalam Bahasa Indonesia memiliki makna yang sama dengan gunung di dalam bahasa Sunda. Tangkuban Parahu terdiri atas dua kata yang berasal dari bahasa Sunda, yaitu Tangkuban dan parahu. Kata tangkuban berasal dari kata dasar tangkub “telungkup” merupakan kata yang biasanya digunakan untuk barang yang tergeletak dimana posisi yang biasanya berada di atas menjadi di bawah Satjadibrata, 1954 400. Kata tangkub ini ditambahkan dengan akhiran sufiks -an sebagai pembentuk nomina menjadi tangkuban. Kemudian kata parahu mempunyai arti “perahu”, dalam KBBI V Daring perahu’ merupakan sebuah kendaraan air yang lancip pada kedua ujungnya dan lebar di tengahnya 2016. Konotasi Makna konotasi dari GunungTangkuban Parahu sebagai penanda cinta terlarang antara Sangkuriang dan Dayang Sumbi sebagai ibu dan anak. Sangkuriang yang telah lama terpisah dari ibunya, Dayang Sumbi, terkesima melihat kecantikannya. Sebagai ibu yang melahirkan Sangkuriang, Dayang Sumbi tetap dapat mengenali anaknya dan tidak bisa menerima pinangan dari Sangkuriang. Penjelasan Dayang Sumbi tidak ia percayai dan tetap bersikeras ingin memperistri Dayang Sumbi. Kemudian Dayang Sumbi mensyaratkan satu permintaan kepada Sangkuriang untuk dilakukan jika ingin menikahinya yaitu membuat danau lengkap dengan perahunya hanya dalam waktu satu malam. Karena Sangkuriang sangat mencintai dan NUSA, Vol. 16 No. 1 Februari 2021 Ilham Munandar, Dian Indira, Makna di Balik Legenda “Gunung Tangkuban Perahu” Suatu Kajian Semiotik 9 ingin menikahi Dayang Sumbi akhirnya dia menyanggupi dan mengerjakannya dengan bantuan dari para jin. Namun, Dayang Sumbi tidak ingin pekerjaan yang dilakukan oleh Sangkuriang itu selesai, maka Dayang Sumbi menggagalkan usaha yang dilakukan Sangkuriang dengan menebarkan kain-kain hasil tenunannya di arah timur. Atas bantuan dewa, kain-kain tersebut mengeluarkan cahaya kemerahan dan membuat ayam-ayam jantan bangun dan berkokok seakan pagi sudah tiba, dan membuat para jin yang membantu Sangkuriang kabur ke dalam tanah dan meninggalkannya dengan pekerjaan membuat danau dan perahu. Sangkuriang merasa kesal dan marah karena gagal menyelesaikan permintaan Dayang Sumbi, kemudian menghancurkan bendungan yang hampir jadi membentuk sebuah danau, dan menendang perahu yang dibuatnya dengan sangat kencang hingga jatuh dengan posisi terbalik. Setelah itu , Dayang Sumbi melarikan diri dan menghilang, Sangkuriang yang mencarinya pun ikut menghilang tanpa jejak. Mitos Mitos dalam semiotika Barthes merupakan pengembangan dari konotasi yang sudah lama terbentuk dan menjadi suatu pandangan masyarakat. Mitos yang terdapat dalam legenda “Gunung Tangkuban Parahu” adalah perahu yang ditendang oleh Sangkuriang kemudian terjatuh dalam posisi terbalik berubah menjadi gunung yang saat ini dikenal dengan Gunung Tangkuban Parahu. Gunung ini mempunyai bentuk seperti perahu dengan posisi yang terbalik apabila dilihat dari arah selatan. Namun, ketika dilihat dari arah yang lain seperti arah timur atau utara, bentuk gunung tersebut tidak menyerupai perahu yang terbalik, melainkan seperti gunung biasa pada umumnya. Masyarakat yang berada di daerah sekitar Gunung Tangkuban Parahu meyakini bahwa cerita dari legenda “Gunung Tangkuban Parahu” itu diciptakan oleh orang yang tinggal di daerah selatan, karena hanya dari arah selatan bentuk gunung tersebut terlihat seperti perahu yang terbalik. Simpulan Berdasarkan hasil analisis di atas, ditemukan makna denotasi, makna konotasi, dan mitos dalam legenda “Gunung Tangkuban Parahu” dengan menggunakan teori semiotik model Roland Barthes. Makna denotasi yang ditemukan adalah Gunung Tangkuban Parahu sebagai penanda yang merujuk pada salah satu nama gunung yang ada di daerah Jawa Barat. Makna konotasi yang ditemukan adalah Gunung Tangkuban Parahu sebagai penanda cinta terlarang NUSA, Vol. 16 No. 1 Februari 2021 Ilham Munandar, Dian Indira, Makna di Balik Legenda “Gunung Tangkuban Perahu” Suatu Kajian Semiotik 10 antara ibu dan anak, dan bentuk dari kekesalan dan kemarahan Sangkuriang karena gagal memenuhi syarat untuk bisa menikahi Dayang Sumbi. Kemudian, mitos yang terdapat pada Legenda Gunung Tangkuban Parahu adalah asal muasal terbentuknya gunung berbentuk perahu yang terbalik bahasa Sunda tangkub terbalik’ yang dipercayai merupakan perahu yang ditendang oleh Sangkuriang yang dirasuki kemarahan karena gagal membuat perahu tepat waktu hingga terlempar jauh dan jatuh dengan posisi terbalik. Kemudian, perahu tersebut berubah menjadi gunung yang dinamakan Gunung Tangkuban Parahu. Penyebab dinamakan Gunung Tangkuban Parahu karena bentuk gunung tersebut menyerupai bentuk perahu yang terbalik ketika dilihat dari arah selatan. Daftar Pustaka Barthes, R. 1986. Elements of Semiology. Translated by Annette Lavers and Colin Smith. New York Hill and Wang. Barthes, R. 1972. Mythologies. Translated by Annette Lavers. New York The Noonday Press. Berger, A. A. 2010. The Objects of Affection Semiotics and Consumer Culture. New York Palgrave Macmillan. Brown, K., & Miller, J. 2013. The Cambridge Dictionary of Linguistics. New York Cambridge University Press. 2016. Cerita Sangkuriang dan Asal-usul Gunung Tangkuban Perahu. Dipetik Oktober 11, 2020, dari Kemdikbud. 2016. KBBI V Daring. Dipetik Desember 10, 2020, dari Mahsun. 2014. Metode Penelitian Bahasa. Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Edisi Revisi. Jakarta Rajawali Pers. Satjadibrata, R. 1954. Kamus Basa Sunda. Djakarta Perpustakaan Perguruan Kementerian P. P. dan K. Saussure, F. d. 2011. Course in General Linguistics. Translated by Wade Baskin. New York Columbia University Press. Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta Sanata Dharma University Press. Sugono, D. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta Pusat Bahasa. Yelly, P. 2019. Analisis Makhluk Superior naga dalam Legenda Danau Kembar KajianSemiotika Roland Barthes; Dua Pertandaan Jadi Mitos. Jurnal Serunai Bahasa Indonesia , 162, 121-125. ... Vulkan Tangkubanparahu memiliki bentuk seperti perahu yang terbalik yang dalam legenda diceritakan sebagai perahu yang ditendang oleh Sangkuriang hingga terbalik. Keterkaitan antara toponim dengan legenda ini telah terkonfirmasi melalui studi semiotika yang mengungkap makna denotatif dan konotatif dari nama Tangkubanparahu Munandar dan Indira, 2021. ...Keith BrownJim MillerThe Cambridge Dictionary of Linguistics provides concise and clear definitions of all the terms any undergraduate or graduate student is likely to encounter in the study of linguistics and English language or in other degrees involving linguistics, such as modern languages, media studies and translation. lt covers the key areas of syntax, morphology, phonology, phonetics, semantics and pragmatics but also contains terms from discourse analysis, stylistics, historical linguistics, sociolinguistics, psycholinguistics, computational linguistics and corpus linguistics. It provides entries for 246 languages, including 'major' languages and languages regularly mentioned in research papers and textbooks. Features include cross-referencing between entries and extended entries on some terms. Where appropriate, entries contain illustrative examples from English and other languages and many provide etymologies bringing out the metaphors lying behind the technical terms. Also available is an electronic version of the dictionary which includes 'clickable' of Semiology. Translated by Annette Lavers and Colin SmithR BarthesBarthes, R. 1986. Elements of Semiology. Translated by Annette Lavers and Colin Smith. New York Hill and Translated by Annette LaversR BarthesBarthes, R. 1972. Mythologies. Translated by Annette Lavers. New York The Noonday Sangkuriang dan Asal-usul Gunung Tangkuban Perahu. Dipetik Oktober 11, 2020, dari HistoriId 2016. Cerita Sangkuriang dan Asal-usul Gunung Tangkuban Perahu. Dipetik Oktober 11, 2020, dari 2014. Metode Penelitian Bahasa. Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Edisi Revisi. Jakarta Rajawali in General Linguistics. Translated by Wade BaskinF D SaussureSaussure, F. d. 2011. Course in General Linguistics. Translated by Wade Baskin. New York Columbia University SugonoSugono, D. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta Pusat Makhluk Superior naga dalam Legenda Danau KembarP YellyYelly, P. 2019. Analisis Makhluk Superior naga dalam Legenda Danau Kembar KajianSemiotika Roland Barthes; Sebagai negara kepulauan, Indonesia terkenal memiliki keragaman suku yang sangat banyak. Hal ini tentunya akan membentuk kebudayaan dan kepercayaan yang berbeda-beda di antara masyarakat. Setiap daerah di Indonesia pasti memiliki cerita rakyatnya sendiri yang tentunya mengandung pesan moral sesuai dengan kepercayaan masing-masing daerah. Salah satu cerita rakyat yang terkenal dari Jawa Barat adalah legenda Tangkuban Perahu, atau lebih dikenal dengan cerita Sangkuriang. Secara turun temurun, sosok Sangkuriang dalam cerita ini dipercaya sebagai penyebab utama munculnya Gunung Tangkuban Perahu, salah satu gunung berapi aktif yang ada di Jawa Barat. Untuk lebih jelasnya, kamu bisa simak garis besar cerita Sangkuriang dan Gunung Tangkuban Perahu berikut ini. Garis Besar Cerita Tangkuban Perahu Pada zaman dahulu, hidup seorang putri kerajaan di Jawa Barat bernama Dayang Sumbi bersama anak laki-lakinya, Sangkuriang dan anjing kesayangannya yang bernama Tumang. Sangkuriang gemar sekali berburu binatang di hutan dan selalu ditemani oleh Tumang ke manapun dia pergi. Walau sering bersama, Sangkuriang tidak pernah tahu kalau anjing tersebut adalah ayah kandungnya yang merupakan titisan Dewa. Saat berburu, Tumang tidak mau mengikuti perintah Sangkuriang untuk mengejar hewan buruan, hal ini yang akhirnya membuat Sangkuriang mengusir Tumang ke dalam hutan. Sangkuriang kembali ke kerajaan dan menceritakan kejadian ini pada ibunya, Dayang Sumbi ternyata marah besar dan tidak sengaja memukul kepala Sangkuriang dengan sendok nasi. Sangkuriang yang kecewa memilih untuk meninggalkan kerajaan dan pergi mengembara, hal ini membuat Dayang Sumbi sangat menyesal. Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi selalu berdoa dan bertapa setiap tahunnya, sampai akhirnya ia mendapatkan karunia dari Dewa agar selalu awet muda dan memiliki kecantikan yang abadi. Sangkuriang yang telah mengembara selama bertahun-tahun akhirnya berniat kembali ke tanah airnya, tapi kerajaan itu telah berubah total. Sangkuriang justru bertemu dengan seorang gadis cantik yang langsung membuatnya terpesona, tanpa mengetahui kalau gadis itu sebenarnya adalah Dayang Sumbi, ibunya sendiri. Sama halnya dengan Dayang Sumbi, ia juga jatuh cinta pada Sangkuriang yang pada saat itu telah menjadi pemuda tampan. Saat pamit untuk pergi berburu, Sangkuriang meminta tolong pada Dayang Sumbi untuk merapikan ikat kepalanya, Dayang Sumbi terkejut saat melihat ada bekas luka di kepala Sangkuriang. Setelah diperhatikan, Dayang Sumbi baru menyadari kalau pemuda itu adalah anaknya yang sudah lama pergi merantau. Dayang Sumbi mencoba mengagalkan lamaran dari Sangkuriang, ia mengajukan 2 syarat yang ia yakini tidak akan mungkin bisa dilakukan oleh Sangkuriang. Pertama, ia meminta Sangkuriang untuk membendung air di Sungai Citarum, dan yang kedua, ia meminta Sangkuriang untuk membuat sampan atau perahu besar yang akan digunakan untuk menyebrangi sungai. Kedua syarat yang cukup berat ini harus bisa dipenuhi oleh Sangkuriang sebelum fajar menyingsing. Sangkuriang menyetujui syarat tersebut, ia kemudian mengerahkan makhluk-makhluk gaib untuk membantu menyelesaikan 2 pekerjaan tersebut. Dayang Sumbi mengintip dengan perasaan cemas, saat pekerjaan itu hampir selesai, kemudian Dayang Sumbi meminta pasukannya untuk menggelar kain sutra merah di sebelah timur kota. Kain sutra tersebut tentunya akan memantulkan warna merah di bagian timur dan membuat Sangkuriang mengira kalau pekerjaannya tidak bisa diselesaikan tepat waktu. Sangkuriang marah karena tidak berhasil memenuhi syarat yang diminta Dayang Sumbi, ia kemudian menjebol bendungan yang membuat seluruh kota mengalami banjir bandang. Tak hanya itu, Sangkuriang juga menendang perahu buatannya yang membuat perahu itu melayang dan jatuh menjadi sebuah gunung. Gunung tersebut berada di bagian utara Kota Bandung dan kini lebih dikenal dengan nama Gunung Tangkuban Perahu’. Itulah garis besar cerita Sangkuriang yang menjadi asal muasal terbentuknya Gunung Tangkuban Perahu. Selain cerita Sangkuriang, masih banyak cerita rakyat lain dari Jawa Barat yang tidak kalah menarik, salah satunya tentang legenda Lutung Kasarung. Kamu bisa membaca kisah lengkapnya dalam buku Seri Cerita Rakyat 37 Provinsi Jawa Barat - Lutung Kasarung. Mengisahkan tentang seorang perempuan bernama Purbasari yang menderita penyakit kulit yang membuat dirinya dikucilkan dan dibuang ke hutan. Di dalam hutan, ia bertemu dengan seekor lutung yang setia menemani dan menyembuhkan penyakitnya. Saat akan kembali ke istana, Purbasari mendapatkan banyak tantangan dari orang-orang istana yang berniat menyingkirkannya. Kalau ingin tahu cerita lengkapnya, kamu bisa dapatkan buku ini melalui online di Portal Kudus - Inilah cerita legenda Tangkuban Perahu dalam Bahasa Jawa beserta unsur intrinsiknya lengkap dengan amanat yang terkandung. Bagi kalian yang bingung dan mencari ringkasan cerita legenda Tangkuban Perahu singkat dan unsur intrinsiknya, simak artikel ini hingga selesai. Artikel ini akan menyajikan teks cerita legenda Tangkuban Perahu Bahasa Jawa lengkap dengan amanat yang terkandung guna menjadi panduan belajar kalian. Baca Juga CONTOH Naskah Ketoprak Bahasa Jawa Singkat, Padat dan Jelas Berisi Dialog 6 Orang Kisah Roro Jonggrang Sebelum menuju ke ceritanya, simak dahulu dan pahami inti cerita legenda Tangkuban Perahu berikut. Pada intinya legenda Tangkuban Perahu adalah seorang pemuda yang bernama Sangkuriang ingin menikahi seorang wani bernama Dayang Sumbi yang berparas cantik. Mereka saling jatuh cinta, namun Dayang Sumbi tahu bahwa Sangkuriang adalah anaknya melalui bekas luka di kepala Sangkuriang. Baca Juga RINGKASAN Asal Usul Kota Surabaya dalam Bahasa Jawa Singkat Lengkap dengan Amanat yang Terkandung Nah langsung saja simak berikut ini ringkasan teks cerita legenda Tangkuban Perahu singkat dan unsur intrinsiknya;

legenda bahasa jawa tangkuban perahu